Saturday, February 21, 2015

Dongeng dari Nanggroe Aceh Darussalam

PANGLIMA SEKUNCA

Oleh Endang Firdaus

Di Tamiang Aceh, dulu, ada sebuah kerajaan. Kerajaan itu diperintah oleh seorang raja nan bijak. Raja telah menikah lama dengan permaisurinya, namun belum juga dikaruniai anak.
Suatu hari, Raja berkata pada Permaisuri, “Kalau saja Yang Mahakuasa memberi kita seorang putri, aku akan memberikannya pada Raja Gajah.” Tak lama setelah itu, Permaisuri mengandung dan melahirkan seorang bayi perempuan cantik. Raja amat menyayangi putrinya itu dan lupa akan janjinya.
Saat sang Putri berumur empat puluh empat hari, Raja mengadakan pesta untuknya. Di penghujung acara, tiba-tiba segerombolan gajah datang dan membawa pergi sang Putri.
Permaisuri sangat sedih dengan kejadian itu. Raja memerintahkan pasukannya melakukan pencarian. Hutan-hutan mereka masuki. Namun, sang Putri tak juga ditemukan.
Tujuh belas tahun berlalu. Raja akhirnya membuat sayembara. Isinya: Yang dapat menemukan sang Putri dan dapat membawanya pulang dengan selamat dari tangan Raja Gajah akan dijadikan sebagai suaminya dan akan diangkat menjadi raja baru menggantikannya.
Para ksatria mencoba mengikuti sayembara itu, tetapi tak seorang pun berhasil. Suatu hari, Panglima Sekunca dan seorang pemuda tampan memasuki hutan untuk mencari sang Putri.
Panglima Sekunca yang hebat dan tangguh sangat memandang rendah pada si Pemuda. “Anak muda, berani sekali kau ikut sayembara ini. Apakah kau mampu melawan Raja Gajah?”
“Saya akan mencobanya,” sahut si Pemuda.
Mereka terus memasuki hutan. Mereka kemudian menemukan banyak pohon tumbang dan melihat segerombolan gajah. Di tengah para gajah, tampak sang Putri. Ucap si Pemuda, “Panglima Sekunca, mari kita lawan gajah-gajah itu untuk mendapatkan sang Putri.”
Tetapi Panglima Sekunca ketakutan. Ia lalu kabur. Dengan gagah berani, si Pemuda lalu bertempur dengan gajah-gajah itu. Dengan pedangnya, ia akhirnya dapat membunuh mereka.
Si Pemuda membawa pulang sang Putri ke istana. Namun, sebelum mereka sampai di istana, Panglima Sekunca tiba-tiba muncul dan menyerang si Pemuda, lalu melemparkannya ke dalam sebuah sumur. Panglima Sekunca kemudian membawa pulang sang Putri ke istana. Diceritakannya pada Raja bahwa si Pemuda telah mati dan ia sendiri telah berkelahi mati-matian dengan para gajah. Sang Putri menceritakan kejadian yang sebenarnya, namun tidak seorang pun percaya padanya. Raja kemudian menyiapkan sebuah pesta pernikahan yang sangat meriah dan mewah untuk Panglima Sekunca dan putrinya.
Di hari pernikahan, tiba-tiba si Pemuda muncul. Ia lalu bercerita bahwa ialah yang telah menyelamatkan sang Putri. Katanya Panglima Sekunca telah mencoba untuk membunuhnya.
Untuk membuktikan siapa yang paling hebat, Raja lalu menyuruh Panglima Sekunca dan si Pemuda berkelahi. Setelah tiga hari tiga malam, si Pemuda akhirnya dapat memenangkan perkelahian itu. Ia lalu menikah dengan sang Putri dan hidup penuh bahagia.

Friday, February 20, 2015

Dongeng dari Jawa Barat

RAHASIA SILUMAN KERDIL

Oleh Endang Firdaus

Utama dan Adigung bersahabat. Utama seorang yang baik budi, sabar, dan senang beramal. Sementara Adigung tamak, rakus, dan suka mementingkan diri sendiri. Suatu hari, mereka pergi menuju Negeri Alas Kencana, untuk menuntut ilmu dan mencari pengalaman. Utama membawa bekal uang sepuluh keping. Adigung hanya membawa lima keping.
“Kau saja yang menyimpan semua uang,” ucap Utama pada Adigung. “Kita gunakan bersama.”
Di perjalanan, Utama dan Adigung selalu beristirahat di kedai makan ketika lapar dan haus. Uang mereka kian berkurang. Suatu saat, Utama mengajak Adigung singgah lagi di kedai makan karena perutnya lapar. Namun, penuh kasar, Adigung berkata, “Kau di luar saja, Utama! Kau sudah tidak punya uang lagi untuk membeli makanan dan minuman!”
Utama kaget. Tukasnya, “Bukankah uang yang ada padamu masih cukup untuk membayar makan dan minum kita?”
“Uang ini tinggal lima keping! Ini uangku! Uangmu yang sepuluh keping sudah habis!”
“Uang itu kan untuk membayar makan kita?”
Adigung tak mempedulikan Utama. Ia makan dan minum dengan rakus, tak menghiraukan Utama yang lapar dan haus di luar kedai. Setelah kenyang, Adigung melanjutkan perjalanan. Utama yang berjalan lunglai di belakangnya tak henti-henti dimarahinya.
“Cepat jalannya! Kayak siput saja, kau!”
“Adigung, aku tak kuat lagi! Aku lemas sekali! Belikan aku makanan dan minuman! Aku sangat lapar dan haus! Aku bisa mati kalau tidak segera makan dan minum!”
Adigung menghentikan langkahnya. Ia diam berpikir. Tersenyum licik ia lalu berkata, “Kau kubelikan makanan dan minuman, jika kau mau menukarnya dengan mata kananmu!”
Utama tersentak kaget. Berat sekali yang diminta Adigung. Tetapi, demi kelangsungan hidupnya, ia pun merelakan mata kanannya dikorbankan. Tiga hari kemudian, Utama kembali kelaparan dan kehausan. Adigung meminta mata Utama yang tinggal sebelah untuk ditukar dengan sebungkus nasi dan minum. Maka kemudian Utama menjadi buta. Adigung sangat senang sekali melihat itu. Ketika mereka melewati sebuah sumur tua, dengan sangat kejam, ia mendorong Utama hingga terperosok ke dalam sumur itu.
Yang Mahakuasa masih melindungi Utama. Ia jatuh ke dalam sumur kering dan bertanah lembek. Di dalam sumur ada lorong menuju ke sebuah gua, tempat kerajaan siluman kerdil. Utama merangkak ke sana. Di mulut gua, ia mendengar pembicaraan raja dan ratu siluman. Ia akhirnya mengetahui rahasia menyembuhkan matanya yang buta, yaitu dengan ramuan daun singawereng. Ia juga mengetahui rahasia agar selalu menang dalam berperang.
Seorang petani akhirnya menolong Utama keluar dari sumur itu. Utama mengucapkan terima kasih. Ia lalu mencari daun singawereng untuk menyembuhkan matanya. Usai itu dilanjutkannya perjalanan menuju Negeri Alas Kencana. Di negeri itu tengah ada sayembara. Isi sayembara itu: Yang dapat menyembuhkan putri raja dari kebutaan, bila laki-laki akan dijadikan suami dan bila perempuan akan dijadikan sebagai saudara.
Utama mengikuti sayembara itu. Dengan ramuan daun singawereng, ia berhasil menyembuhkan sang Putri. Ia lalu menikah dengannya dan diangkat sebagai putra makota. Negeri Alas Kencana kemudian mengalami banyak kemajuan. Pasukan siluman kerdil yang sering mengganggu penduduk berhasil ditumpas, berkat Utama yang telah mengetahui rahasia agar selalu menang dalam berperang. Lalu, harta karun siluman kerdil dikuasai Alas Kencana.
Utama akhirnya diangkat menjadi raja. Adigung yang kerjanya hanya berjudi dan berkumpul dengan orang-orang jahat mendengar itu. Gumamnya, “Aku akan menemui Utama. Aku akan meminta uang padanya.” Ia pun menemui Utama dan mendapat uang banyak. Tetapi, uang itu dihabiskannya di meja judi. Ia lalu kembali menemui Utama. Ia ingin tahu bagaimana Utama bisa menjadi raja. Utama menceritakan yang telah dialaminya.
Adigung cepat pergi ke sumur tua. Ia melompat ke dalamnya. Namun, begitu kakinya menginjak dasar sumur, para prajurit kerajaan siluman kerdil di dalam sumur itu meringkusnya. Mereka membunuhnya, karena menyangka Adigung telah mencuri rahasia mereka.

Sunday, February 8, 2015

A Folktale from Kalimantan

THE PORCUPINE’S IDEA


By Endang Firdaus


A long time ago, the animals in the jungle of Kalimantan were lead by a bear. He ruled fair and wisely. All animals lived peacefully. Meanwhile, the animals in the jungle of Sumatera was lead by an elephant. He wanted to enlarge his territory very much. One day, he called a rabbit.
“What could I do, Your Honest?” asked Rabbit.
“I’ll give you a duty,” said Elephant.
“What’s that?”
“Please go to Kalimantan. See the king of that island’s jungle. Ask him to bow to me. This is my letter for him.”
Rabbit went to Kalimantan. Arriving there he told what Elephant said to all animals there. Then he returned to Sumatera. Instantly, the animals in the jungle of Kalimantan got anxious and afraid. Bear was sad. “What must I do?” he said. “If I agree to bow to Elephant, the animals here will be suffered. If I fight him, I know I will be a loser. According the animals in this islands that ever met him, he has a very big body, long tusks, and a strong trunk that can fell the big trees.”
And old porcupine came.
“What do you want?” Bear asked
“I’ve an idea, Your Honest.”
“What’s that?”
“For our peace, you must send a delegation to Sumatera to meet the king of that island’s jungle to say that you will not bow to him. Your delegation must take my hairs to be given to the king. Ask the delegation that the hairs are your own hairs. That’s my idea, Your Honest.”
Bear agreed. He sent a delegation to Sumatera. His delegation told his king said to Elephant and then gave the porcupine’s hairs to him. He said they were the king’s hairs of Kalimantan’s jungle.
Elephant got surprised and frightened to see the hairs. He grumbled, “This hairs was big and strong. I am sure that Bear, the king of Kalimantan’s jungle, is big and very strong.”
Elephant gave up his plan to conquest the jungle of Kalimantan. The animals there were happy.